Tuesday 7 April 2009

PROPOSAL SKRIPSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, televisi sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Hal itu dapat kita lihat dengan hampir di seluruh rumah di segala penjuru dunia memiliki televisi.

Di Indonesia sendiri, televisi baru diperkenalkan pada tahun 1962. sebagaimana pola komunikasi lainnya, komunikasi massa juga mengalami perubahan dari tahun ke tahun sesuai perkembangan zaman. Dalam media televisi sendiri dapat kita lihat perkembangan melalui program-program yang ditampilkan dan jumlah stasiun televisi yang ada. Dengan demikian, persaingan menjadi sangat ketat.

Setiap stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan program siaran yang menarik dan diminati masyarakat. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menarik pamasang iklan sebanyak-banyaknya di stasiun televisi tersebut. Tak jarang jika salah satu stasiun televisi mengalami penurunan jumlah pemasang iklan, maka stasiun televisi tersebut akan meniru program dari stasiun televisi lain. Inilah wajah pertelevisian Indonesia.

Pada akhirnya muncul program-program baru, salah satunya adalah program berita kriminal. Masyarakat langsung menyambut baik program ini sehingga semua stasiun televisi kemudian turut menayangkan berita yang menampilkan berbagai tindak kejahatan sehari-hari yang terjadi di masyarakat kelas bawah ini. Namun, dalam perkembangannya, program acara ini mulai menuai kritik dari para pengamat televisi karena dinilai terlalu vulgar dan dapat menimbulkan dampak negatif di masyarakat.

Tayangan kriminal yang sarat dengan kekerasan mulai marak menghiasi layar kaca di negri ini. Hampir setiap stasiun televisi memiliki program yang menayangkan kasus tindakan kriminal setiap harinya.

Di Amerika contohnya, program SWAT menampilkan pasukan khusus kepolisian penumpas kejahatan. Banyak orang menyukai tayangan ini, berdebar-debar, seakan tak percaya bahwa peristiwa yang mereka lihat di layar kaca benar-benar terjadi. Atau ada juga yang takjub atas kehebatan polisi jempolan dalam membekuk para penjahat.

Sebagai perbandingan, di Indonesia pun diputar acara yang nyaris serupa. Nama acaranya pun mengasosiasikan orang pada hal-hal yang berbau kriminal. Sebutlah Patroli yang lahir tahun 1999. Acara produksi Indosiar ini diputar sejalan dengan tindak kriminal di Jakarta yang grafiknya makin meningkat.. "Seiring dengan krisis ekonomi, angka pengangguran makin tinggi, lantas muncul penjahat-penjahat kecil," ujar Indria Purnama Hadi, produser Patroli menjelaskan perihal munculnya acara ini. (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0303/28/muda/218542.htm)

Tak hanya Indosiar yang membuat tayangan seperti itu. Stasiun televisi lain pun ramai-ramai memutarnya. Sebuah data yang dikeluarkan oleh Nielsen Media Research pada Februari 2003 terlihat minimal ada tujuh acara yang memanfaatkan kriminalitas sebagai tema. Selain Patroli, ada lagi Jejak Kasus (Indosiar), Derap Hukum (SCTV), Sergap (RCTI), Buser (SCTV), Kriminal (TransTV), dan TKP (TV7). Sejumlah acara ini jika dibanding acara berlainan jenis sebenarnya termasuk lumayan menarik minat tonton. (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0303/28/muda/218542.htm)

Bahkan, dalam satu episode tayangan berita kriminal tersebut, si pembawa acara menyampaikan kronologi peristiwa secara mendetail. Kalau masih ingat peristiwa kanibalisme yang dilakukan Sumanto, meski sebenarnya jijik, toh kita "tertantang" untuk tetap menyaksikan runtutan kejadiannya. Berbagai saksi disertakan sehingga terjalin cerita secara utuh. Rekonstruksi dilakukan untuk memberi gambaran peristiwa yang sebenar-benarnya dan senyata-nyatanya.

Pada peristiwa lain di acara lain, kita juga bisa menyaksikan kehebatan pak polisi mengejar bandar narkoba atau maling motor. Kamera menyorot seorang polisi yang penuh semangat sambil menggenggam pistol, lalu penjahat yang ketakutan tertembak di kakinya oleh polisi tersebut karena nekat melarikan diri. Dan, lagi-lagi, kamera merekam penjahat yang bersimbah luka tak berdaya.

Begitu juga, berita-berita pembunuhan, pemerkosaan dan kekerasan yang berdarah-darah secara bebas ditayangkan televisi swasta. Etika atau keharusan moral untuk melindungi nama baik ”tersangka” seringkali dilanggar oleh insan pers khususnya oleh mereka yang ada di bilik berita stasiun televisi swasta. Sebagai salah satu dari ”materi pemikat” tayangan berita, kekerasan atau berita-berita seputar konflik menjadi primadona dalam pemberitaan media massa. Seolah, Jakarta akan aneh bila tak ada berita soal kejahatan atau kekerasan di media massa Ibu Kota.

Sergap merupakan sebuah program berita yang ditayangkan di stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia. Program berita ini diluncurkan pada tahun 2001 dan menyiarkan berita-berita kriminal yang terjadi setiap hari dengan durasi 30 menit. Etika dan keharusan moral untuk tidak menyebut nama korban atau tersangka seringkali luput dari perhatian para insan pers.

Serangkaian produk etika pun akhirnya di buat oleh ikatan jurnalis untuk meredam dampak negatif yang dapat saja timbul dari tayangan kriminal ini. Namun, etika ternyata tak mampu meredam tayangan kriminal untuk menampilkan gambar-gambar kekerasan. Undang-undang Penyiaran kemudian mengamanatkan supaya terbentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas untuk merumuskan suatu pedoman dan standar program penyiaran dan mengawasi tayangan di Indonesia.

Chandra Sugarda (Produser Program Sergap - RCTI) mengadakan Diskusi "Bagaimana Semestinya Jurnalis Mengupas Berita Traumatik" di The Habibie Centre (THC) pada tanggal 3 Maret 2004. (sumber: http://www.habibiecentre.or.id/index.cfm?menu=berita&fuseaction =artikel.detail photo&detailid=54&bhs=ina&startrow=226). Hal ini dimaksudkan agar berita kriminal yang dikupas tidak menimbulkan efek yang buruk terhadap pemirsa.

Namun, kenyataannya, kritikan terus bergulir. Untuk itulah kemudian analisa ini di buat untuk melihat bagaimana pedoman dan standar program penyiaran ini dilaksanakan oleh salah satu program berita kriminal, sehingga dapat dikaji ulang, baik dari pengemasan berita kriminal sendiri maupun dari pedomanyang telah dirumuskan oleh KPI itu.

Harian Kompas menyebutkan, penayangan berita kriminal di banyak stasiun televisi di Indonesia bukannya menimbulkan efek jera, justru secara gamblang menjadi stimulan bagi penjahat (pelaku kriminal) pemula untuk melakukan kejahatan baru. "Bila dibandingkan dengan frekuensi menonton, rata-rata satu kali sehari responden menonton program berita kriminal. Itu dibuktikan dari 66,6 persen responden berstatus pemula mengaku pertama kali melakukan kejahatan setelah belajar dari berita tersebut," jelas Denni yang juga koresponden SCTV di Padang. (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0503/24/sumbagut/1638777.htm)

Penulis tertarik untuk meneliti pola pemberitaan kriminal program tayangan Sergap di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia). Tayangan berita Sergap dipilih karena merupakan salah satu tayangan di RCTI yang khusus menayangkan berita kriminal seperti kasus pencurian, pembunuhan, sampai pemerkosaan. Di samping itu, tayangan ini juga sering luput menjalankan kode etiknya sesuai dengan batas kebebasan pers dan etika komunikasi.

Beranjak dari masalah diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pola Pemberitaan Kriminal oleh Statiun Televisi (Studi Deskriptif pada Program Berita Sergap di RCTI)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah yang akan digunakan dalam pembahasan ini adalah:

“Bagaimanakah Pola Pemberitaan Kriminal oleh Program Berita Sergap di RCTI?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pola pemberitaan kriminal yang ditayangkan oleh program berita Sergap di RCTI.

2. Untuk mengetahui batas-batas apa saja yang telah dilanggar dalam etika komunikasi.

3. Untuk mengetahui bagaimana pola pemberitaan kriminal oleh program Sergap di RCTI tersebut berdampak pada masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak tanpa kecuali dan memberi manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis / Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur tentang studi komunikasi, khususnya tentang pola pemberitaan kriminal oleh stasiun televisi dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian serupa lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil studi ini dapat memberikan kontribusi atau masukan-masukan yang bermanfaat kepada program berita Sergap di RCTI terutama dalam kaitannya dengan pemberitaan kasus kriminal yang mendukung kegiatannya dalam turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

1.5 Ruang Lingkup

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan membuat batasan dan ruang lingkup masalah yang akan diteliti, yakni program berita Sergap di RCTI. Batasan dan ruang lingkup masalah yang akan diteliti adalah untuk bagaimana pola pemberitaan kriminal dari tayangan tersebut dan mengetahui batas-batas apa saja yang dilanggar dalam etika berkomunikasi.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memudahkan pembahasan sehingga lebih jelas dan terarah. Penulisan ini terdiri dari 5 bab dimana setiap bab terdiri dari sub bab dan antara bab yang satu dengan bab yang lain mempunyai hubungan yang erat sehingga secara keseluruhan merupakan suatu rangkaian yang sistematis.

Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dilakukan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II KERANGKA TEORETIS

Pada bab ini akan diuraikan konsep pemikiran dari teori yang telah ada sebagai kerangkan acuan untuk melakukan penelitian. Dan penulis menjabarkan tentang tiga dimensi etika komunikasi, yaitu: meta-etika, deontologi, dan etika-strategi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan metode apa yang dipakai untuk penelitian ini (Studi Kasus Metode Kualitatif), nara sumber, metode pengumpulan data baik primer maupun sekunder, metode analisis data, serta waktu dan lokasi penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan mengenai pola pemberitaan kriminal yang dilakukan oleh program berita Sergap yang ditayangkan oleh stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan permasalahan yang terjadi dan memberi saran yang berguna bagi perusahaan terkait dengan penelitian yang dilakukan.

1.7 Kerangka Pemikiran

Untuk mempermudah dalam pemahaman isi skripsi, penulis menyusun kerangka pemikiran sebagai berikut :



BAB II

KERANGKA TEORETIS

2.1. Teori Komunikasi

Dalam hidup manusia, komunikasi merupakan hal yang sangat vital, sebab tanpa adanya komunikasi tentu manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan berhubungan dengan manusia lainnya. Baik menggunakan kata-kata ataupun menggunakan bahasa tubuh manusia selalu membina hubungan dengan sesamanya.

2.1.1. Definisi Komunikasi

Menurut Effendy (2000: 9) dalam bukunya berjudul “Ilmu Komunikasi dan Praktek”, memberikan pengertian komunikasi sebagai berikut :

”Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin yaitu communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Komunikasi minimal harus mengandung persamaan makna antara dua pihak yang terlibat”.

Menurut Carl I. Hovland yang terdapat dalam bukunya Muhammad (2007:2) berjudul “Komunikasi Organisasi” mendefinisikan komunikasi sebagai berikut :

“communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals”.

Dengan kata-kata lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain.

Beberapa pengertian komunikasi dari berbagai pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang biasanya berbentuk verbal untuk mendapatkan efek karena adanya persamaan makna yang didapat dari keduabelah pihak.

Banyak pakar komunikasi mengklarifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Seperti definisi komunikasi, konteks komunikasi ini juga diraikan secara berlainan. Istilah-istilah lain juga digunakan untuk merujuk pada konteks ini. Selain istilah konteks yang lazim, juga digunakan istilah tingkat (level), bentuk (type), situasi (situation), dan keadaan (setting).

Indikator paling umum untuk mengklarifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka dikenal: Komunikasi Intrapribadi, Komunikasi Diadik, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok (Kecil), Komunikasi Publik, Komunikasi Organisasi dan Komunikasi Massa. (Deddy Mulyana, 2002: 72)

  1. Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi Intrapribadi (intrapersonal communication) adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik disadari ataupun tidak. Contohnya: Berpikir.

  1. Komunikasi Diadik

Komunikasi Diadik adalah komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak secara langsung baik verbal maupun non verbal antara dua orang tersebut.

  1. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi Antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap “reaksi orang lain secara langsung” baik secara verbal maupun non verbal.

  1. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.

  1. Komunikasi Publik

Komunikasi Publik (public communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum).

  1. Komunikasi Organisasi

Komunikasi Organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, dapat bersifat formal dan juga informal dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok.

  1. Komunikasi Massa

Komunikasi Massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang bertujuan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat.

2.1.2 Tujuan Komunikasi

H A W Widjaja dalam bukunya: “Ilmu Komunikasi Pengantar Studi” (2003:66-67) memaparkan beberapa tujuan komunikasi sebagai berikut:

1. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengerti, sebagai komunikator harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-baiknya sehingga mereka dapat mengerti dan mengikuti apa yang dimaksudkan.

2. Memahami orang lain. Sebagai komunikator harus mengerti benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan, jangan mereka menginginkan kemauannya.

3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam, mungkin beberapa kegiatan.

Jadi secara singkat, komunikasi bertujuan untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman dari kedua belah pihak tentang suatu gagasan untuk melakukan suatu tindakan.

2.1.3 Fungsi Komunikasi

Onong Uchjana Effendy (2004:8) dalam bukunya yang berjudul ”Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek”, juga menyebutkan bahwa komunikasi berfungsi untuk:

1. Menyampaikan informasi (to inform), yaitu menginformasikan pesan-pesan yang akan disampaikan.

2. Mendidik (to educate), yaitu mendidik masyarakat melalui suatu informasi dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat.

3. Menghibur (to entertain), yaitu menghibur dengan adanya informasi, ide-ide atau pesan-pesan.

4. Mempengaruhi (to influence), yaitu untuk mempengaruhi seseorang atau masyarakat sehingga dapat merubah perilaku dan pikirannya.

2.1.4 Hambatan Komunikasi

Di dalam penyampaian suatu pesan atau message seringkali timbul salah pengertian, sehingga dengan demikian sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Faktor-faktor yang dapat menghambat dan merugikan suatu aktivitas diantaranya adalah (Abdurrachman, 2001: 66-67):

1. Faktor Motivasi

Motivasi seseorang atau suatu kelompok dapat mempengaruhi opini yang akan mendorong orang tersebut untuk berbuat dan bersikap sesuai kebutuhannya. Serta komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasi orang atau golongan akan mendapat kesulitan.

2. Faktor Prejudice atau Prasangka

Merupakan suatu rintangan atau hambatan berat karena penilaiannya tidak berdasarkan ratio, tapi hanya berdasarkan emosi semata-mata. Pandangannya hanya diarahkan pada segi-segi negatifnya saja.

3. Faktor Semantik

Kata-kata yang mempunyai arti yang tidak sama bagi komunikator dan komunikan atau ejaan yang berbeda, tapi bunyinya hampir sama, dapat menimbulkan salah pengertian dan sangat mmengganggu.

4. Faktor Gangguan atau Noise

Gangguan yang disebabkan oleh suara. Ini dapat terjadi dengan disengaja dan tidak disengaja.

2.1.5 Unsur-unsur Komunikasi

Keberhasilan dan efektifitas kegiatan komunikasi akan berhasil apabila memperhatikan unsur-unsur komunikasi. Adapun unsur-unsur komunikasi yang terlibat adalah sebagai berikut (Effendy, 2004: 18-19):

Gambar 2.1

Model Komunikasi Philip Kotler

Receiver

Sumber: Effendy, 2004: 18

1. Sender

Komunikator, yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang, dalam hal ini adalah program tayangan SERGAP di RCTI.

2. Encoding

Penyandian, yang merupakan proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang, disini para pemirsa atau penonton program tayangan SERGAP di RCTI.

3. Message

Pesan, yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator, disini merupakan pola pemberitaan program tayangan SERGAP di RCTI.

4. Media

Saluran komunikasi, tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan, bisa melalui media cetak maupun elektronik, dalam hal ini adalah media elektronik, yaitu stasiun televisi.

5. Decoding

Pengawasan dan proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya, disini para penonton memiliki persepsi atau pandangan terhadap program tayangan SERGAP di RCTI.

6. Receiver

Komunikan, yang menerima pesan dari komunikator. Komunikan disini adalah para penonton program tayangan SERGAP di RCTI.

7. Response

Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah mendapatkan pesan, juga merupakan saat dimana komunikan memberi tanggapan mengenai program tayangan SERGAP di RCTI.

8. Feedback

Umpan balik, yakni tanggapan komunikan terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator. Dalam hal ini adalah umpan balik yang diberikan penonton terhadap program tayangan SERGAP di RCTI

9. Noise

Gangguan tidak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

2.2. Teori Komunikasi Massa

2.2.1 Definisi Komunikasi Massa

”The term ’mass communication’ was coined, along with that of ’mass media’, early in the twentieth century to describe what was then a new social phenomenon and a key feature of the emerging modern world that was being built of the foundations of industrialism and popular democracy.”

(McQuail, 2005: 4)

McQuail mengatakan bahwa Komunikasi Massa telah dikaitkan, bersamaan dengan media massa, di awal abad ke dua puluh untuk mendeskripsikan apa yang pada saat itu menjadi sebuah fenomena sosial dan sebuah gambaran kunci dari tampilan dunia modern yang dibangun oleh fondasi dari industrialisme dan demokrasi populer.

Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 2003: 189).

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan pada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan sekilas (khususnya media elektronik) (Winarni, 2003: 42).

Jadi, berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
komunikasi massa adalah berkomunikasi dengan masyarakat yang heterogen
(perbedaan status sosial, ekonomi, pendidikan, dll), tersebar, dan menggunakan media massa sebagai sarana komunikasi.

Media baru vs. Media lama. Di dalam bukunya yang berjudul ”Media Relations”, Yosal Iriantara mengatakan media baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada semua bentuk media yang menggunakan teknologi komunikasi mutakhir, seperti internet. Hal ini dapat mengubah dunia komunikasi sebab informasi menjadi lebih mudah diakses dan dunia bagaikan tidak memiliki tembok pemisah lagi. Segala macam informasi di belahan bumi barat dapat diakses oleh orang-orang yang tinggal di belahan bumi timur. Contohnya saja Koran KOMPAS di Indonesia dapat diperoleh oleh orang yang tinggal di Kanada dengan membuka internet. Tak hanya itu, media baru juga membuat orang-orang tidak perlu melakukan tatap muka, melainkan dapat “bertatap muka” dalam dunia maya saja.

Pada media lama, komunikasi cenderung satu arah, sementara dalam media baru, komunikasi dapat terjadi dalam dua arah. Dalam media baru, semua orang dapat menjadi komunikator.

2.2.2 Fungsi Media Massa

Menurut McQuail (2005: 52) dalam bukunya berjudul “McQuail’s Mass Communication Theory” mengatakan ”Mass Communication as mass educator”. Maksudnya adalah semangat di awal abad ke dua puluh mendukung ide tentang Komunikasi Massa, yaitu bahwa media harus dapat menjadi paksaan kuat untuk memberi keterangan kepada masyarakat, memberi tambahan kepada masyarakat, dan melanjutkan yayasan sekolah universal, perpustakaan publik, dan pendidikan popular.

Dalam komunikasi massa, media memegang peranan yang sangat penting dalam fungsinya, karena yang dipelajari dan diteliti dalam komunikasi bukan lagi dengan adanya kesamaan arti antara komunikator dan komunikan, bukan lagi agar orang mengerti, tetapi lebih dari itu yakni supaya orang berubah sikap dan perilakunya. Fungsi media massa pada umumnya adalah memberikan informasi, mendidik, dan menghibur, meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur tetapi fungsi yang paling penting adalah meyakinkan (to persuade).

Pada tahun 1997, De Vito dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi antar Manusia” mengatakan bahwa ada berbagai macam bentuk persuasi seperti, memperkuat dan mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang, membuat seseorang untuk melakukan sesuatu, juga mengenalkan dan menawarkan etika atau sistem nilai tertentu

2.2.3 Proses Komunikasi Massa

Menurut McQuail (2005: 55-56) proses dari Mass Communication adalah:

1. Large-scale distribution and reception

Gambaran yang terlihat dengan jelas dari media massa adalah bahwa mereka dapat mencapai banyak audiences.

2. One-directional flow

Hubungan yang terjadi antara pengirim dan penerima pesan adalah satu arah. Sender seringkali merupakan organisasi atau komunikator profesional itu sendiri (seperti: jurnalis, presenter, produser, entertainer, dan lain-lain) di tempat mereka bekerja.

3. Asymmetrical relation

Terjadi hubungan asimetris antara pengirim dan penerima pesan

4. Impersonal and anonymous

Tidak terelakan, hubungan yang terjadi memiliki jarak fisik antara pengirim dan penerima pesan sehingga kadang kala sender tidak mengetahui siapa receiver dan begitu juga sebaliknya.

5. Calculative or market relationship

Secara umum, hal ini tergantung oleh perjanjian atau permintaan dengan beberapa kontrak yang tidak tertulis. Pada dasarnya bersifat non-moral. Pesan media umumnya merupakan produk dari pekerjaan dengan imbalan di media market. Pada dasarnya media merupakan komoditas.

7. Standardized content

Memiliki isi yang sudah distandardisasi yang biasanya dipakai dan diulang berkali-kali di dalam format yang identik.

2.3 Teori Jurnalistik

2.3.1 Definisi Jurnalistik

Dalam buku Kustadi Suhandang, juga terdapat satu pakar lagi yang mendefinisikan pengertian jurnalistik, yaitu H. A. W. Widjaya, menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu yang secepat-cepatnya.

Sedang menurut Kustadi Suhandang sendiri Kustadi, jurnalistik adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.

2.4 Definisi Pola Pemberitaan Kriminal

Arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Pola: 1. gambar yang dipakai untuk contoh batik

2. corak batik atau tenun

3. ptongan kertas yang dipakai sebagi contoh dalammembuat baju dsb; model

4. sistem; cara kerja (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003: 884-885)

Berita: 1. cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; kabar

2. laporan

3. pemberitahuan; pengumuman

Pemberitaan: 1. proses, cara, perbuatan memberitakan (melaporkan, memklumkan)

2. perkabaran; maklumat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003: 140-141)

Kriminal: berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang; pidana. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:600)

Jadi pola pemberitaan kriminal merupakan suatu sistem atau cara kerja dalam proses memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang.

2.5 Definisi Televisi

Televisi merupakan salah satu bentuk dari media massa dalam bentuk
elektronik yang memiliki keunggulan untuk melakukan komunikasi massa. Salah satu keunggulan yang dimiliki adalah tampilan audio visual yang dimiliki. Selain itu, jaringan televisi kini merupakan satu-satunya medium yang bisa meraih hampir seluruh rumah tangga.

Dari segi komunikasinya, dalam arti pengaruhnya, televisi memiliki
keuntungan atas pesannya yang bisa dilihat serta didengar. Selain itu televisi
memiliki sifat-sifat:

1. Immediacy, dimana daya penyampaiannya langsung tanpa mengenal batas jarak dan waktu.

2. Intimacy, dimana siaran-siarannya dapat diikuti dan dinikmati dalam
lingkungan kekeluargaan di rumah-rumah sehingga menjadikan
komunikasi berlangsung dalam suasana keakraban.

3. Pictorial, televisi merupakan medium yang menggunakan cara
komunikasi dengan gambar-gambar bergerak disertai suara dan
diproyeksikan pada layar (kaca) atau melakukan penerjemahan alam
pikiran dan kata-kata ke dalam bahasa gambar sehingga memudahkan
pemahaman orang. (Suhandang, 2005: 88-89).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian ilmiah diperlukan metode yang tepat sesuai dengan pokok permasalahan yang hendak diteliti. Hal ini berhubungan dengan pengumpulan data di lapangan.

Dilihat dari topik yang ingin diteliti oleh penulis yaitu Pola Pemberitaan Kriminal oleh Stasiun Televisi (Studi deskriptif pada program berita SERGAP RCTI), maka penulis mengambil metodologi penelitian Deskriptif Kualitatif.

Menurut Catherine Marshal dalam buku Jonathan Sarwono (2006:193) berjudul “Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif”, mendefinisikan kualitatif riset sebagai berikut :

“Kualitatif riset didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia”.

Menurut Sugiyono (2005:1) dalam bukunya berjudul “Memahami Penelitian Kualitatif”, mendefinisikan penelitian Kualitatif sebagai berikut :

“Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah(sebagai lawannya adalah eksperimen), dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan (trianggulansi), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”.

Menurut Rakhmat, (2002:24) dalam bukunya berjudul “Metode Penelitian Komunikasi”, mendefinisikan penelitian Deskriptif sebagai berikut:

“Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang memeparkan situasi atau peristiwa dengan tidak mencari atau tidak menjelaskan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi”.

Kemudian Sarwono (2006:81) menyatakan bahwa :

“Penelitian Deskriptif berfungsi untuk menggambarkan karakteristik atau gejala atau fungsi suatu populasi”.

3.2 Definisi Konsep

3.2.1 Pola Pemberitaan Jurnalistik

Suatu sistem atau cara kerja atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara aktual dan faktual yang dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya untuk memenuhi kebutuhan informasi khalayak.

3.2.2 Pola Pemberitaan Kriminal oleh Stasiun Televisi

Suatu sistem atau cara kerja dalam proses memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang yang dilakukan oleh stasiun televisi.

3.3 Lokasi dan Waktu penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Tempat peneliti akan melakukan penelitian:

Stasiun Televisi RCTI

PT RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA
Jalan Raya Perjuangan 
Kebon Jeruk 
Jakarta 11530

3.3.2 Waktu Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian pada hari kegiatan perkantoran yaitu:

Hari : Senin – Jumat

Waktu : Pk 08.30 – 17.30

Durasi : Mei – Juli 2009

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian kualitatif, data dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang dihimpun secara langsung dari sumbernya dan diolah sendiri oleh lembaga bersangkutan untuk dimanfaatkan. (Ruslan, 2004:26)

Untuk mendapatkan data primer, peneliti dapat menggunakan 2 (dua) cara, yaitu dengan :

3.4.1.1 Interview atau wawancara

Menurut (Moleong, 2000:196), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

3.4.1.2 Observasi

Observasi sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan. (Moleong, 2000:199)

Dalam kegiatan observasi, peneliti melakukan pencatatan terhadap kejadian, perilaku, dan berbagai obyek lainnya yang diperlukan untuk mendukung penelitiannya.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder berupa data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca, melihat atau mendengarkan. Data ini biasanya berasal dari data primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya. (Sarwono, 2006:209)

Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu dengan melalui search engine pada internet, membaca buku, dokumen, data dari perusahaan atau mendapatkan melalui lembaga tertentu.

3.5 Narasumber

Pemilihan narasumber dalam penelitian kali ini berdasarkan pemahamannya akan topik yang diangkat. Pemilihan dengan cara seperti ini menurut teknik purposif. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan kegiatan wawancara terhadap:

1. Produser Program Berita Sergap.

Merupakan orang yang mengepalai bagian produksi, mulai dari pra-produksi, syuting, sampai pasca-produksi. Ia juga bertanggung jawab atas isi materi yang akan ditayangkan oleh program berita SERGAP. Produser menjadi salah satu nara sumber sebab dapat memberikan informasi kepada penulis bagaimana program berita tersebut diolah dan setelah itu ditayangkan kepada khalayak

.

2. Pembawa Acara Program Berita Sergap.

Merupakan orang yang menyampaikan berita tersebut kepada khalayak sehingga khalayak mendapatkan informasi mengenai suatu berita yang baru saja terjadi di masyarakat sehingga penulis dapat mendapat informasi yang jelas bagaimana berita kriminal tersebut disampaikan kepada khalayak.

3. Reporter Program Berita Sergap

Adalah orang yang berhubungan langsung dengan pelaku, korban, dan narasumber yang menjadi topik berita di tayangan SERGAP. Karena mereka merupakan orang yang mencari berita, maka mereka dapat menjelaskan kepada penulis mengenai bagaimana mereka memperoleh dan menulis berita untuk ditayangkan.

3.6 Metode Analisis Data

Metode Analisis Data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. (Sugiyono, 2005:89)

Dalam menganalisa data penulis menggunakan analisis deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata bukan dalam bentuk angka angka, hal ini disebabkan dengan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Peneliti menggunakan analisis STOP-SIT dalam penelitian terhadap Program Berita SERGAP RCTI.

Inilah penjabaran mengenai analisis STOP-SIT:

3.6.1 Segmentation

Kategorisasi target audience program berita SERGAP RCTI dalam rangka menginformasikan beritanya.

3.6.2 Targeting

Sasaran publik yang dituju oleh program berita SERGAP.

3.6.3 Objectives

Apa tujuan utama program berita SERGAP dalam menginformasikan beritanya.

3.6.4 Positioning

Mengetahui posisi program berita SERGAP ini dimata publik dan pemirsanya, hal ini berbicara tentang persepsi masyarakat dan juga bagaimana program berita SERGAP memposisikan dirinya dimata publik.

3.6.5 Sequence of Tools

Mengetahui bentuk komunikasi yang digunakan program berita SERGAP dihubungkan dengan sarana-sarana yang lain, seperti iklan dan sebagainya.

3.6.6 Integrating

Mengetahui apakah Pola Pemberitaan Kriminal oleh Stasiun Televisi telah terintegrasi dalam satu tujuan yang sama atau tidak.

3.6.7 Tools

Sarana apa yang digunakan dalam menginformasikan berita kepada publik. Dalam hal ini menggunakan media massa, yaitu televisi.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home